Burung di perkebunan kopi dataran tinggi Gayo Aceh bertindak sebagai predator alami hama dan menjaga keseimbangan ekosistem. Ahli burung dari Belanda turut berkontribusi dalam pemantauan dan penelitian yang berkelanjutan.
Pria itu saat tiba di tujuan bergegas mempersiapkan alat seperti teropong, alat perekam suara, kamera, dan lain-lain. Dengan menggunakan lampu senter atau head lamp di dahi, pria tersebut menyenteri jalan menuju kebun yang dituju. Jalan setapak sedikit menanjak dengan rerumputan yang masih basah dan dingin. Kebun yang dituju berjarak sekitar 15 meter dari jalan aspal KKA (Kertas Kraft Aceh) Bener Meriah.
Sebelumnya, pada saat masih pagi buta di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, kami mengendarai kendaraan roda empat menuju Kabupaten Bener Meriah untuk pergi ke perkebunan kopi. Tujuannya adalah untuk mengamati burung liar di pagi hari. Satu jam perjalanan kami dari Takengon ke perkebunan kopi di area Panji Mulia, Kabupaten Bener Meriah. Lelaki yang saya dampingi, Pak Bas – begitu saya memanggilnya – adalah seorang pengamat burung atau ornitolog asal Belanda, nama lengkapnya Sebastianus Van Ballen.
Dikutip dari laman Wikipedia, pengamatan burung dalam bahasa Inggris disebut birdwatching atau birding. Kegiatan ini meliputi mengamati burung di alam, menggunakan alat bantu, dan mendengarkan suara burung. Pengamat burung yang menggunakan metode ilmiah resmi disebut ornitolog, sementara bidang ilmunya disebut ornitologi, cabang dari zoology.
Setelah tiba di kebun, Pak Bas mulai mengarahkan head lamp ke arah pepohonan pelindung kopi untuk mencari burung yang bermalam di sana. Menurutnya, burung akan muncul sekitar pukul 06:20 pagi. Sementara itu, pendamping kami, Mis, mencoba menyalakan perapian di sebuah pondok di kebun kopi dengan ketinggian 1595 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Tentang Sebastian Van Ballen, ornitolog dari Belanda, kita dapat mengetahui bahwa dia memiliki minat yang mendalam dalam keanekaragaman hayati. Sejak usia muda, Sebastian telah menyelidiki berbagai spesies burung di seluruh dunia, termasuk spesies langka dan terancam punah. Selain itu, dia juga terkenal karena upayanya dalam melindungi habitat alami burung-burung di berbagai belahan dunia.
Karya-karyanya telah memberikan kontribusi besar terhadap pemahaman kita tentang ekologi burung dan bagaimana kita dapat melindungi keberagaman hayati ini untuk generasi mendatang. Dengan dedikasinya yang luar biasa, Sebastian Van Ballen terus menjadi sumber inspirasi bagi banyak ilmuwan dan pecinta alam di seluruh dunia.
Hampir mendekati pukul yang disebutkan Pak Bas, beberapa ciutan burung mulai terdengar dari pepohonan. Pak Bas menangkupkan kedua telapak tangan ke kedua daun telinga untuk mendeteksi asal kicauan burung, kemudian mulai mengarahkan microphone perekam suara ke arah asal bunyi burung.
Setelah dua jam di kebun itu, pak Bas meminta saya untuk mencari kebun kopi lainnya. Kami beranjak kembali ke bawah menuju jalan aspal KKA, kemudian menuju satu kebun sebelah kanan yang berjarak sekitar 20 menit dari kebun pertama. Kebun kedua ini menanjak lebih tinggi dari kebun pertama yang berada juga satu hamparan. Jalan menuju kebun adalah jalan setapak rabat beton. Di kebun kedua ini nihil ditemukan dan didengar ciutan burung, dan kami tidak terlalu lama di kawasan ini.
Usai dari kebun kedua, kami menuju kebun ketiga dengan turun kembali ke jalan KKA dan menanjak kembali menapaki jalan rabat beton, seterusnya memotong jalur dengan melangkah memasuki kebun-kebun kopi sehingga kami sampai di kebun yang dituju. Setiap perjalanan Pak Bas akan berhenti jika melihat burung terbang ataupun mendengar cicit burung. Dia akan mengarahkan teropong untuk melihat jenis burung, kemudian merekam ciutan dan mencatat temuan pada buku catatan kecil yang dibawanya. “Ini buku penting bagi saya. Buku ini pernah tertinggal di bandara udara, untung saja dikembalikan ke (Belanda) negara saya,” kata Pak Bas kepada saya, Rabu 20 Desember 2023.
Di kebun ketiga ini kami beristirahat sebentar di sebuah gubuk, Pak Bas senantiasa mengarahkan pandangannya, dan jika terlihat burung di udara, langsung meneropong objek yang dilihatnya. Di hamparan perkebunan kopi selain dijumpai dan terdengar suara burung, juga ada terlihat dan terdengar bunyi suara binatang lainnya seperti serangga, amfibi, reptilia, dan juga primata.
Sewaktu kami rehat, terlihat seekor primata oleh Pak Bas yang tak sengaja mengarahkan teropongnya ke sekitar hamparan perkebunan kopi. Kemudian mencoba mengambil beberapa jepretan pakai kamera ke arah pohon tempat primata jenis kedih berada.
Di laman Wikipedia dijelaskan bahwa Kedih (Presbytis thomasi) adalah spesies primata yang tergolong dalam famili Cercopithecidae, yang berasal dari monyet dunia lama. Monyet dunia lama adalah hewan asli Afrika dan Asia di saat sekarang, yang mendiami berbagai lingkungan dari hutan hujan tropis ke sabana, semak-semak, dan daerah pegunungan. Kedih ini merupakan hewan endemik di utara Sumatra, Indonesia.
Habitat alaminya adalah hutan tropis kering atau subtropis. Nama aslinya adalah reungkah di Aceh dan kedih di Alas. Kedih memiliki bulu berwarna cokelat keabu-abuan dengan bagian perut yang lebih cerah, serta ekor yang panjang.
Mereka biasanya hidup dalam kelompok yang terdiri dari beberapa betina dewasa, satu atau beberapa jantan dewasa, dan anak-anak mereka. Kedih juga dikenal sebagai pemakan daun yang memakan berbagai jenis dedaunan, buah-buahan, dan kadang-kadang serangga. Populasi Kedih diyakini mengalami penurunan akibat hilangnya habitat dan perburuan ilegal, sehingga konservasi mereka menjadi semakin penting.
Hampir menjelang pukul 09.00 pagi, Pak Bas mengatakan cukup untuk mengamati keberadaan dan aktivitas burung menjelang pagi hari. Dan akan dilanjutkan menjelang siang hari. Kami pun menuju gudang proses kopi di daerah Pondok Gajah untuk sarapan pagi.
Setelah sarapan pagi dan membicarakan area baru untuk pengamatan burung. Kami melanjutkan pengamatan burung ke arah perkebunan kopi yang ketinggiannya lebih tinggi dari kawasan perkebunan kopi yang diamati pada pagi hari tadi.
Suasana mulai rintik hujan saat saya dan Pak Bas tiba di lokasi kebun berdasarkan titik koordinat. Walaupun hujan gerimis beberapa jenis burung melintas di perkebunan yang dituju dan ada terdengar ciutannya. Kabut muncul di kawasan pengamatan burung dan hujan rintik silih berganti reda dan turun kembali. Menjelang siang kami kembali ke gudang proses kopi di Pondok Gajah untuk makan siang.
Usai siang, Pak Bas meminta untuk dapat mengamati burung pada sore hari di perkebunan kopi lainnya. Kami menuju sebuah kebun kopi yang terdapat sumber airnya, di Pondok Gajah wilayah Hakim Wih Ilang milik Bapak Samsul Bahri. Di kebun ini terdapat kolam yang sengaja dibuat oleh petani tersebut untuk konservasi sumber air, pemeliharaan ikan air tawar dan juga ada tanaman air Apu-apu (Pistia stratiotes) yang dibuat kompos oleh petani untuk tanaman kopi. Juga ada beberapa rumah lebah buatan di atas permukaan air pinggiran kolam. “Rumah lebah sudah berkurang, karena ada beruang madu yang sampai ke sini dan merusak juga makan sarang lebah”, ujar Pak Samsul “Acong” kepada kami.
Selepas asar, terdengar cicitan burung di sekitar kolam kemudian muncul seekor burung yang menungkik ke arah permukaan kolam. Pak Bas mulai mengarahkan teropong dan kamera digital untuk mengambil gambar.
***
Kamis 21 Desember 2023, saya bersama Pak Bas sebelum subuh dari kota Takengon menuju arah barat yaitu ke desa Wih Bersih Kecamatan Silih Nara Aceh Tengah berjarak kira-kira 20 kilometer. Kami tiba di sana selepas subuh, kemudian dengan meminjam sepeda motor skutik petani, saya memboncengi Pak Bas menuju area monitor burung liar di Paya Dedep Wih Bersih.
Kebun yang dituju untuk memantau burung ini, terletak berdekatan dan diapit oleh bukit-bukit kecil yang masih terlihat lebat dengan pepohonan. Sekitar pukul 06.30 pagi mulai terdengar suara-suara burung dari rimbun pepohonan di bukit dan kebun kopi di ketinggian 1395 mdpl, Pak Bas sudah siaga dengan peralatan.
Setelah di area ini, kami beranjak ke kebun lainnya untuk memantau burung yang suaranya bermunculan dari arah perbukitan yang menggelilingi kawasan perkebunan kopi Paya Dedep ini. Perkebunan kopi di Paya Dedep ini dilintasi oleh sungai kecil, di mana terdapat bebatuan besar dan kecil yang menyebar di permukaan tanah kebun-kebun kopi yang bersisian dengan aliran sungai. Sebaran bebatuan itu dibawa oleh banjir bandang yang terjadi 2013 di daerah tersebut.
Kemudian kami kembali ke desa Wih Bersih menuju gudang proses kopi untuk sarapan pagi dan lain–lain.
Usai siang, Pak Bas meminta untuk ke lokasi kebun berbatas dengan hutan. Saya membawa Pak bas menuju kebun di bawah kaki Gunung Singgit desa Wih Bersih. Gunung Singgit ini merupakan juga sebagai tempat sumber air bersih bagi warga desa Wih Bersih. Menurut beberapa info dari penduduk Wih Bersih terdapat satu kolam air di pucuk rimba gunung, di mana airnya mengalir ke kaki gunung yang berdekatan dengan desa Wih Bersih.
Kebun kopi yang dikunjungi terletak di ketinggian 1483 mdpl, di area ini terdapat tujuh kebun petani binaan yang saya dampingi. Kawasan ini seluruhnya merupakan perkebunan kopi yang berdekatan dengan hutan di Gunung Singgit. Saat kami berada di areal kebun kopi memantau burung, juga melihat kelompok kedih.







